KPK Jumpa Pers Soal Irjen Firli, Fahri Hamzah Teringat Kasus Budi Gunawan


 KPK Jumpa Pers Soal Irjen Firli, Fahri Hamzah Teringat Kasus Budi Gunawan
Fahri Hamzah. ©dpr.go.id
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi konferensi pers KPK terkait dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Mantan Deputi Bidang Penindakan KPK, Irjen Firli Bahuri. Dia menilai sikap KPK atas Firli mengingatkan kepada kasus Budi Gunawan.
Pada 2015 lalu, Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Padahal, saat itu Budi Gunawan sedang masuk bursa calon Kapolri.
"Kasus Budi Gunawan kembali terulang. KPK sangat benci dengan Polri. Dulu, Budi Gunawan dengan begitu meyakinkannya dituduh dan difitnah. Padahal sedang di fit and proper test di DPR," kata Fahri kepada wartawan, Kamis (12/8).
Fahri heran mengapa kasus Firli baru di permasalahkan KPK saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Dia ingat penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK dibatalkan oleh pengadilan.
"Dengan pembeberan barang bukti yang dramatis, tapi akhirnya omong kosong dan kalah di praperadilan. Sekarang kasus itu terulang kepada Firli," ucapnya.
Fahri melihat sikap lembaga anti rasuah sekarang sangat kental politis. "Habis sudah KPK. Semakin kentara sebagai gerakan politik," tandas Fahri Hamzah.
Seperti diketahui, semalam KPK melakukan jumpa pers terkait Firli Bahuri. Menurut KPK, Firli telah melakukan kode etik berat saat menjabat sebagai deputi penindakan lembaga antikorupsi.
Kasus etik dimaksud KPK terhadap Firli adalah ketika Firli diduga melakukan pertemuan dengan TGB Zainul Majdi yang diduga tengah berkait dengan kasus l gratifikasi investasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. [ray]
Share:

Komisi III DPR Ramai-Ramai Puji Capim Irjen Firli


Komisi III DPR Ramai-Ramai Puji Capim Irjen FirliIrjen Pol Firli Bahuri. ©Liputan6.com/Johan Tallo Komisi III ramai-ramai memuji Irjen Firli Bahuri dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK. Bahkan, beberapa anggota telah menyatakan fraksinya siap mendukung Firli menjadi pimpinan.
Pertama yang sudah menyampaikan dukungan adalah PKB. Anwar Rachman menyatakan siap mendukung Firli dengan sebuah syarat. Salah satunya adalah dapat menyelesaikan 'konflik' yang terjadi di internal KPK. Dia menyinggung keberadaan Wadah Pegawai yang dianggap bikin gaduh.
Selain itu, Anwar menanyakan apakah Firli menyetujui keberadaan dewan pengawas di KPK. Seperti yang tengah dimasukkan dalam draf revisi UU KPK. Kata dia, kalau Firli menyanggupi beberapa poin tersebut, PKB siap mendukung.
"PKB siap all out dukung bapak kalau sanggup, kalau enggak sanggup PKB dukung yang lain," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Selain itu, Fraksi PAN juga menyatakan bakal mendukung Firli. Hal tersebut disampaikan oleh Wa Ode Nur Zainab. Dia menyebut hal tersebut sebelum memberikan sejumlah pertanyaan terkait SOP KPK sampai memuji kepolisian telah bekerja optimal.
"Kami dari Fraksi PAN satu suara untuk bapak," kata Wa Ode.
Nasdem pun demikian. Jackie Uly yang berlatarbelakang kepolisian itu memuji cara Firli memaparkan visi misi di hadapan Komisi III. Dia juga membela Firli yang mendapat arus pertentangan publik karena masalah etik. Kata Jackie justru Firli dapat mengayomi internal KPK.
"Kami Nasdem dukung pak Firli, untuk maju terus jadi capim KPK pada malam hari ini juga. Masukan kami ini tolong pak Firli pikirkan baik-baik, bisa membuat KPK lebih baik di masa yang akan datang," tutupnya. [fik]
Share:

Masinton Usulkan Wadah Pegawai KPK Diisi Aparatur Sipil Negara

Masinton Usulkan Wadah Pegawai KPK Diisi Aparatur Sipil NegaraMasinton Pasaribu. ©2018 Merdeka.com/Nur Habibie
 Masinton mengatakan, pernyataan Capim KPK incumbent Alexander Marwata soal konferensi pers yang dilakukan Saut Situmorang dilakukan tanpa sepengetahuannya. Sebelumnya, Saut menyampaikan pelanggaran etik Capim Firli Bahuri saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK saat itu.
Kemudian, dia menambahkan, pernyataan Alex tersebut langsung dibantah oleh Ketua KPK Agus Rahardjo. Dimana Agus menegaskan keputusan Saut menggelar konferensi pers atas persetujuan mayoritas pimpinan.
"Beliau (Alexander Marwata) menyatakan 3 pimpinan tidak mengetahui dan belum pernah ada proses putusan secara kelembagaan (soal konpers pelanggaran etik Firli). Itu kemudian menampakkan bahwa lembaga itu secara eksklusif di monopoli sama kepentingan yang namanya Wadah Politik KPK," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Politikus PDIP itu menambahkan, desakan dan tekanan yang dilakukan oleh Wadah Pegawai KPK terhadap mekanisme kerja pimpinan sudah di luar batas, termasuk mempengaruhi soal keputusan konferensi pers pelanggaran etik Firli. Menurutnya, saat ini Wadah Pegawai KPK bukan lagi paguyuban, melainkan wadah politik.
"Kalau kemarin Wadah Pegawai namanya, sekarang Wadah Politik. Ini yang menjadi kelompok penekan, menekan pimpinan, menekan publik melakukan pressure terhadap DPR," tegasnya.
Kemudian, kasus dugaan pelanggaran etik Firli yang menemui mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau yang biasa disapa TGB itu adalah kasus lama pada 2018 lalu. Oleh karenanya, menurut Masinton, WP KPK saat ini sudah bekerja tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Maka dari itu, Masinton meminta ke depan agar WP KPK diisi oleh aparatur sipil negara, sehingga mereka tidak dapat bergerak didasarkan kepentingan politik.
"Harus diubah ke depan, WP harus diisi oleh ASN agar tidak berpolitik, sehingga KPK tidak sakit-sakitan lagi. Kalau sekarang, (KPK) tubuhnya sakit, nggak sehat, banyak friksinya," tutupnya. [fik]
Share:

Jokowi Tak Setuju KPK Harus Minta Izin Lembaga Eksternal untuk Penyadapan

Jokowi Tak Setuju KPK Harus Minta Izin Lembaga Eksternal untuk PenyadapanPresiden jokowi. ©2017 Biro Pers Setpres
 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada beberapa substansi yang menjadi pandangan dari pemerintah.
Jokowi mengaku sudah memberikan mandat kepada Menkum HAM Yasonna H Laoly dan Menpan RB Syafruddin untuk menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah. Dia menegaskan, pemerintah tetap ingin KPK menjadi sentral dari agenda pemberantasan korupsi.
"Intinya, KPK harus tetap memegang sentral dalam pemberantasan korupsi. KPK harus didukung dengan kekuatan memadai. KPK harus lebih kuat dari lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9).
Jokowi juga menjabarkan satu per satu substansi revisi UU KPK yang disetujui oleh pemerintah. Pertama, pemerintah tidak setuju KPK harus mendapatkan izin penyadapan dari eksternal, semisal dari pengadilan.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi revisi UU KPK yang berpotensi mengurangi efektifitas KPK. Pertama saya tidak setuju KPK harus memperoleh izin dari eksternal misal izin pengadilan. KPK hanya perlu memperoleh izin internal untuk menjaga kerahasiaan," jelas dia.
Substansi kedua, Jokowi tidak setuju jika penyidik dan penyelidik hanya berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung. Menurutnya, penyidik dan penyelidik bisa juga berasal dari ASN dari pegawai KPK atau instansi lain.
"Saya tidak setuju penyidik dan penyelidik hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan agung. Penyidik bisa dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK dan instansi lain," tegas dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini, pemerintah tidak setuju KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait penuntutan. Dia beranggapan, sistem penuntutan yang dijalankan KPK sudah cukup efektif.
Kemudian, Jokowi juga tidak setuju jika pengelolaan LHKPN dialihkan ke lembaga lain. Dia meminta agar urusan LHKPN masih dikelola oleh KPK.
"Karena sistem penuntutan saat ini sudah baik tidak perlu diubah lagi. Keempat saya tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan KPK diberikan ke Kementerian dan lembaga lain, saya minta LHKPN diurus KPK," tandas Jokowi[ray]
Share:

Jokowi Tak Setuju Penyidik KPK Hanya dari Polri & Kejagung, Bisa dari Unsur ASN

Jokowi Tak Setuju Penyidik KPK Hanya dari Polri & Kejagung, Bisa dari Unsur ASN
Jokowi pimpin rapat terbatas soal industri 4.0. ©Liputan6.com/Angga Yuniar
 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sikap resmi terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu substansi yang disoroti yakni soal penyidik dan penyelidik KPK.
Jokowi tidak setuju jika penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9).
Menurutnya, penyidik dan penyelidik bisa juga berasal dari ASN dari pegawai KPK atau instansi lain. Namun, pemilihan penyidik dari unsur ASN tetap memperhatikan standar kompetensi dan lulusan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Penyidik bisa dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK dan instansi lain," ujarnya.
Diketahui, revisi UU KPK adalah Inisiatif DPR RI. RUU KPK ini berisi sejumlah poin penting yang dianggap melemahkan kinerja KPK. Pertama keberadaan dewan pengawas, kedua aturan penyadapan, ketiga kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), keempat status pegawai KPK.
Kelima kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, dan terakhir posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.
Revisi inisiatif Parlemen ini ditolak keras pimpinan KPK saat ini karena dinilai melemahkan kinerja mereka dalam memberantas korupsi[ray]
Share:

Kecewa Jokowi Dukung Revisi UU KPK, Aktivis Antikorupsi Gelar Aksi Jalan Mundur

Kecewa Jokowi Dukung Revisi UU KPK, Aktivis Antikorupsi Gelar Aksi Jalan MundurAktivis Antikorupsi Yogyakarta Gelar Aksi Jalan Mundur. ©2019 Merdeka.com/Purnomo Edi
 Seorang aktivis antikorupsi, Baharuddin Kamba menggelar aksi jalan mundur dengan menutup mata. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas sikap Presiden Jokowi mendukung revisi UU KPK.
Dalam aksinya, Kamba sambil membawa bendera merah putih setengah tiang dan menutup matanya dengan kain hitam. Kamba berjalan mundur dari Tugu Pal Putih hingga ujung Jalan Malioboro.
Kamba menilai Jokowi mengabaikan suara sejumlah pakar hukum soal poin-poin revisi yang dianggap melemahkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Jalan mundur karena sebagai bentuk kekecewaan. Karena kita ketahui bahwa dengan revisi UU KPK itu banyak pasal yang mengkerdilkan dan mengamputasi kewenangan KPK," ujar Kamba usai aksi di Yogyakarta, Jumat (13/9).
Selain kecewa dengan Jokowi, Kamba menyayangkan keputusan DPR memilih Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023. Dia menyebut jika internal KPK menilai Firli melakukan sejumlah pelanggaran kode etik.
Menurut Kamba, DPR seharusnya memilih Ketua KPK yang benar-benar bersih dan berkomitmen pada pemberantasan korupsi.
"Itu sesuai prediksi teman-teman dan suara bulat. Kita lihat dia (Firli) banyak catatan di pelanggaran kode etik selama menjabat deputi penindakan KPK tapi tetap saja dipilih dan suaranya bulat," pungkas Kamba. [ray]
Share:

Fraksi Gerindra Pertimbangkan Menolak Revisi UU KPK

Fraksi Gerindra Pertimbangkan Menolak Revisi UU KPKSufmi Dasco Ahmad. ©2017 dok foto dok ri
 Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya mempertimbangkan menolak revisi undang-undang KPK. Dia menuturkan Gerindra melihat poin-poin revisi UU KPK berpotensi melemahkan lembaga antirasuah itu.
"Partai Gerindra sedang mengkaji dan mempertimbangkan dengan serius untuk menolak revisi undang-undang KPK," kata Sufmi di ruang kerja fraksi Gerindra di DPR, Jakarta, Jumat (13/9).
Salah satu pasal yang disoroti adalah Pasal 37 A tentang Dewan Pengawas KPK. Dalam pasal itu disebutkan anggota dewan pengawas berjumlah lima orang dengan masa jabatan empat tahun.
Gerindra mempermasalahkan lamanya masa jabatan dan latar belakang anggota dewan pengawas. Wakil Ketua Umum Gerindra ini mengusulkan anggota dewan pengawas berasal dari dua unsur eksekutif, legislatif dan satu unsur yudikatif.
"Disebutkan bahwa dewan pengawas itu ditunjuk oleh pemerintah, lima-limanya sementara ya mungkin dalam masa sekarang tidak ada niatan dari pemerintah untuk intervensi. Tetapi karena ini undang-undang berlakunya sangat lama bisa kemudian hal tersebut rentan dipergunakan untuk melemahkan," ujar Sufmi menjelaskan.
Menurutnya, ada sejumlah pasal dalam revisi UU KPK yang berpotensi melucuti wewenang KPK. "Ada beberapa pasal lagi yang sedang kita kaji dan anggota kami di Baleg sedang akan membahasnya siang hari ini," tandas Dasco. [ray]
Share:

Recent Posts