KPK Jumpa Pers Soal Irjen Firli, Fahri Hamzah Teringat Kasus Budi Gunawan


 KPK Jumpa Pers Soal Irjen Firli, Fahri Hamzah Teringat Kasus Budi Gunawan
Fahri Hamzah. ©dpr.go.id
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi konferensi pers KPK terkait dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Mantan Deputi Bidang Penindakan KPK, Irjen Firli Bahuri. Dia menilai sikap KPK atas Firli mengingatkan kepada kasus Budi Gunawan.
Pada 2015 lalu, Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Padahal, saat itu Budi Gunawan sedang masuk bursa calon Kapolri.
"Kasus Budi Gunawan kembali terulang. KPK sangat benci dengan Polri. Dulu, Budi Gunawan dengan begitu meyakinkannya dituduh dan difitnah. Padahal sedang di fit and proper test di DPR," kata Fahri kepada wartawan, Kamis (12/8).
Fahri heran mengapa kasus Firli baru di permasalahkan KPK saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Dia ingat penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK dibatalkan oleh pengadilan.
"Dengan pembeberan barang bukti yang dramatis, tapi akhirnya omong kosong dan kalah di praperadilan. Sekarang kasus itu terulang kepada Firli," ucapnya.
Fahri melihat sikap lembaga anti rasuah sekarang sangat kental politis. "Habis sudah KPK. Semakin kentara sebagai gerakan politik," tandas Fahri Hamzah.
Seperti diketahui, semalam KPK melakukan jumpa pers terkait Firli Bahuri. Menurut KPK, Firli telah melakukan kode etik berat saat menjabat sebagai deputi penindakan lembaga antikorupsi.
Kasus etik dimaksud KPK terhadap Firli adalah ketika Firli diduga melakukan pertemuan dengan TGB Zainul Majdi yang diduga tengah berkait dengan kasus l gratifikasi investasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. [ray]
Share:

Komisi III DPR Ramai-Ramai Puji Capim Irjen Firli


Komisi III DPR Ramai-Ramai Puji Capim Irjen FirliIrjen Pol Firli Bahuri. ©Liputan6.com/Johan Tallo Komisi III ramai-ramai memuji Irjen Firli Bahuri dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK. Bahkan, beberapa anggota telah menyatakan fraksinya siap mendukung Firli menjadi pimpinan.
Pertama yang sudah menyampaikan dukungan adalah PKB. Anwar Rachman menyatakan siap mendukung Firli dengan sebuah syarat. Salah satunya adalah dapat menyelesaikan 'konflik' yang terjadi di internal KPK. Dia menyinggung keberadaan Wadah Pegawai yang dianggap bikin gaduh.
Selain itu, Anwar menanyakan apakah Firli menyetujui keberadaan dewan pengawas di KPK. Seperti yang tengah dimasukkan dalam draf revisi UU KPK. Kata dia, kalau Firli menyanggupi beberapa poin tersebut, PKB siap mendukung.
"PKB siap all out dukung bapak kalau sanggup, kalau enggak sanggup PKB dukung yang lain," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Selain itu, Fraksi PAN juga menyatakan bakal mendukung Firli. Hal tersebut disampaikan oleh Wa Ode Nur Zainab. Dia menyebut hal tersebut sebelum memberikan sejumlah pertanyaan terkait SOP KPK sampai memuji kepolisian telah bekerja optimal.
"Kami dari Fraksi PAN satu suara untuk bapak," kata Wa Ode.
Nasdem pun demikian. Jackie Uly yang berlatarbelakang kepolisian itu memuji cara Firli memaparkan visi misi di hadapan Komisi III. Dia juga membela Firli yang mendapat arus pertentangan publik karena masalah etik. Kata Jackie justru Firli dapat mengayomi internal KPK.
"Kami Nasdem dukung pak Firli, untuk maju terus jadi capim KPK pada malam hari ini juga. Masukan kami ini tolong pak Firli pikirkan baik-baik, bisa membuat KPK lebih baik di masa yang akan datang," tutupnya. [fik]
Share:

Masinton Usulkan Wadah Pegawai KPK Diisi Aparatur Sipil Negara

Masinton Usulkan Wadah Pegawai KPK Diisi Aparatur Sipil NegaraMasinton Pasaribu. ©2018 Merdeka.com/Nur Habibie
 Masinton mengatakan, pernyataan Capim KPK incumbent Alexander Marwata soal konferensi pers yang dilakukan Saut Situmorang dilakukan tanpa sepengetahuannya. Sebelumnya, Saut menyampaikan pelanggaran etik Capim Firli Bahuri saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK saat itu.
Kemudian, dia menambahkan, pernyataan Alex tersebut langsung dibantah oleh Ketua KPK Agus Rahardjo. Dimana Agus menegaskan keputusan Saut menggelar konferensi pers atas persetujuan mayoritas pimpinan.
"Beliau (Alexander Marwata) menyatakan 3 pimpinan tidak mengetahui dan belum pernah ada proses putusan secara kelembagaan (soal konpers pelanggaran etik Firli). Itu kemudian menampakkan bahwa lembaga itu secara eksklusif di monopoli sama kepentingan yang namanya Wadah Politik KPK," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Politikus PDIP itu menambahkan, desakan dan tekanan yang dilakukan oleh Wadah Pegawai KPK terhadap mekanisme kerja pimpinan sudah di luar batas, termasuk mempengaruhi soal keputusan konferensi pers pelanggaran etik Firli. Menurutnya, saat ini Wadah Pegawai KPK bukan lagi paguyuban, melainkan wadah politik.
"Kalau kemarin Wadah Pegawai namanya, sekarang Wadah Politik. Ini yang menjadi kelompok penekan, menekan pimpinan, menekan publik melakukan pressure terhadap DPR," tegasnya.
Kemudian, kasus dugaan pelanggaran etik Firli yang menemui mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau yang biasa disapa TGB itu adalah kasus lama pada 2018 lalu. Oleh karenanya, menurut Masinton, WP KPK saat ini sudah bekerja tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Maka dari itu, Masinton meminta ke depan agar WP KPK diisi oleh aparatur sipil negara, sehingga mereka tidak dapat bergerak didasarkan kepentingan politik.
"Harus diubah ke depan, WP harus diisi oleh ASN agar tidak berpolitik, sehingga KPK tidak sakit-sakitan lagi. Kalau sekarang, (KPK) tubuhnya sakit, nggak sehat, banyak friksinya," tutupnya. [fik]
Share:

Jokowi Tak Setuju KPK Harus Minta Izin Lembaga Eksternal untuk Penyadapan

Jokowi Tak Setuju KPK Harus Minta Izin Lembaga Eksternal untuk PenyadapanPresiden jokowi. ©2017 Biro Pers Setpres
 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada beberapa substansi yang menjadi pandangan dari pemerintah.
Jokowi mengaku sudah memberikan mandat kepada Menkum HAM Yasonna H Laoly dan Menpan RB Syafruddin untuk menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah. Dia menegaskan, pemerintah tetap ingin KPK menjadi sentral dari agenda pemberantasan korupsi.
"Intinya, KPK harus tetap memegang sentral dalam pemberantasan korupsi. KPK harus didukung dengan kekuatan memadai. KPK harus lebih kuat dari lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9).
Jokowi juga menjabarkan satu per satu substansi revisi UU KPK yang disetujui oleh pemerintah. Pertama, pemerintah tidak setuju KPK harus mendapatkan izin penyadapan dari eksternal, semisal dari pengadilan.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi revisi UU KPK yang berpotensi mengurangi efektifitas KPK. Pertama saya tidak setuju KPK harus memperoleh izin dari eksternal misal izin pengadilan. KPK hanya perlu memperoleh izin internal untuk menjaga kerahasiaan," jelas dia.
Substansi kedua, Jokowi tidak setuju jika penyidik dan penyelidik hanya berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung. Menurutnya, penyidik dan penyelidik bisa juga berasal dari ASN dari pegawai KPK atau instansi lain.
"Saya tidak setuju penyidik dan penyelidik hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan agung. Penyidik bisa dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK dan instansi lain," tegas dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini, pemerintah tidak setuju KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait penuntutan. Dia beranggapan, sistem penuntutan yang dijalankan KPK sudah cukup efektif.
Kemudian, Jokowi juga tidak setuju jika pengelolaan LHKPN dialihkan ke lembaga lain. Dia meminta agar urusan LHKPN masih dikelola oleh KPK.
"Karena sistem penuntutan saat ini sudah baik tidak perlu diubah lagi. Keempat saya tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan KPK diberikan ke Kementerian dan lembaga lain, saya minta LHKPN diurus KPK," tandas Jokowi[ray]
Share:

Jokowi Tak Setuju Penyidik KPK Hanya dari Polri & Kejagung, Bisa dari Unsur ASN

Jokowi Tak Setuju Penyidik KPK Hanya dari Polri & Kejagung, Bisa dari Unsur ASN
Jokowi pimpin rapat terbatas soal industri 4.0. ©Liputan6.com/Angga Yuniar
 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sikap resmi terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu substansi yang disoroti yakni soal penyidik dan penyelidik KPK.
Jokowi tidak setuju jika penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9).
Menurutnya, penyidik dan penyelidik bisa juga berasal dari ASN dari pegawai KPK atau instansi lain. Namun, pemilihan penyidik dari unsur ASN tetap memperhatikan standar kompetensi dan lulusan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Penyidik bisa dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK dan instansi lain," ujarnya.
Diketahui, revisi UU KPK adalah Inisiatif DPR RI. RUU KPK ini berisi sejumlah poin penting yang dianggap melemahkan kinerja KPK. Pertama keberadaan dewan pengawas, kedua aturan penyadapan, ketiga kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), keempat status pegawai KPK.
Kelima kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, dan terakhir posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.
Revisi inisiatif Parlemen ini ditolak keras pimpinan KPK saat ini karena dinilai melemahkan kinerja mereka dalam memberantas korupsi[ray]
Share:

Kecewa Jokowi Dukung Revisi UU KPK, Aktivis Antikorupsi Gelar Aksi Jalan Mundur

Kecewa Jokowi Dukung Revisi UU KPK, Aktivis Antikorupsi Gelar Aksi Jalan MundurAktivis Antikorupsi Yogyakarta Gelar Aksi Jalan Mundur. ©2019 Merdeka.com/Purnomo Edi
 Seorang aktivis antikorupsi, Baharuddin Kamba menggelar aksi jalan mundur dengan menutup mata. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas sikap Presiden Jokowi mendukung revisi UU KPK.
Dalam aksinya, Kamba sambil membawa bendera merah putih setengah tiang dan menutup matanya dengan kain hitam. Kamba berjalan mundur dari Tugu Pal Putih hingga ujung Jalan Malioboro.
Kamba menilai Jokowi mengabaikan suara sejumlah pakar hukum soal poin-poin revisi yang dianggap melemahkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Jalan mundur karena sebagai bentuk kekecewaan. Karena kita ketahui bahwa dengan revisi UU KPK itu banyak pasal yang mengkerdilkan dan mengamputasi kewenangan KPK," ujar Kamba usai aksi di Yogyakarta, Jumat (13/9).
Selain kecewa dengan Jokowi, Kamba menyayangkan keputusan DPR memilih Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023. Dia menyebut jika internal KPK menilai Firli melakukan sejumlah pelanggaran kode etik.
Menurut Kamba, DPR seharusnya memilih Ketua KPK yang benar-benar bersih dan berkomitmen pada pemberantasan korupsi.
"Itu sesuai prediksi teman-teman dan suara bulat. Kita lihat dia (Firli) banyak catatan di pelanggaran kode etik selama menjabat deputi penindakan KPK tapi tetap saja dipilih dan suaranya bulat," pungkas Kamba. [ray]
Share:

Fraksi Gerindra Pertimbangkan Menolak Revisi UU KPK

Fraksi Gerindra Pertimbangkan Menolak Revisi UU KPKSufmi Dasco Ahmad. ©2017 dok foto dok ri
 Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya mempertimbangkan menolak revisi undang-undang KPK. Dia menuturkan Gerindra melihat poin-poin revisi UU KPK berpotensi melemahkan lembaga antirasuah itu.
"Partai Gerindra sedang mengkaji dan mempertimbangkan dengan serius untuk menolak revisi undang-undang KPK," kata Sufmi di ruang kerja fraksi Gerindra di DPR, Jakarta, Jumat (13/9).
Salah satu pasal yang disoroti adalah Pasal 37 A tentang Dewan Pengawas KPK. Dalam pasal itu disebutkan anggota dewan pengawas berjumlah lima orang dengan masa jabatan empat tahun.
Gerindra mempermasalahkan lamanya masa jabatan dan latar belakang anggota dewan pengawas. Wakil Ketua Umum Gerindra ini mengusulkan anggota dewan pengawas berasal dari dua unsur eksekutif, legislatif dan satu unsur yudikatif.
"Disebutkan bahwa dewan pengawas itu ditunjuk oleh pemerintah, lima-limanya sementara ya mungkin dalam masa sekarang tidak ada niatan dari pemerintah untuk intervensi. Tetapi karena ini undang-undang berlakunya sangat lama bisa kemudian hal tersebut rentan dipergunakan untuk melemahkan," ujar Sufmi menjelaskan.
Menurutnya, ada sejumlah pasal dalam revisi UU KPK yang berpotensi melucuti wewenang KPK. "Ada beberapa pasal lagi yang sedang kita kaji dan anggota kami di Baleg sedang akan membahasnya siang hari ini," tandas Dasco. [ray]
Share:

Hoaks-Hoaks yang Membuat Papua Memanas

Beredar foto sebuah masjid terbakar di WhatsApp group. Polisi memastikan foto yang menyebut sebuah masjid dibakar massa di Papua itu hoaks.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani meluruskan, foto masjid terbakar itu adalah masjid Agung di Kelurahan Senga, Kecamatan Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
"Ternyata yang terbakar itu masjid Agung dalam kompleks perkantoran Pemkab Luwu di Kecamatan Belopa, Sulsel dan kejadiannya sekitar 7 bulan lalu atau pada awal Januari 2019. Jadi itu hoaks," kata Dicky Sondan.

Hoaks Mahasiswa Meninggal Dipukul Polri dan TNI

Beredar kabar mahasiswa meninggal akibat dipukul anggota Polri dan TNI. Pihak kepolisian langsung membantah kabar tersebut. Melalui akun Instagram @divisihumaspolri, polisi memastikan foto mayat yang beredar adalah korban kecelakaan lalu lintas di Jalan Trikora Jayapura Utara.
"Beredarnya informasi tentang adanya seorang mahasiswa Papua di Surabaya yang meninggal dunia akibat dipukul oleh aparat TNI-Polri adalah HOAX atau TIDAK BENAR".
Foto tersebut adalah foto korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal di TKP laka lantas, di Jalan Trikora tepatnya di depan TK Paut DOK V Atas Distrik Jayapura Utara, Selasa (19/2) pukul 07.30 WIT.
Penyebar berita HOAX akan dijerat dengan Pasal 45 UU RI No 19 tahun 2016 tentang UU ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
"Saring sebelum Sharing dan bijaklah dalam menggunakan media," tulis akun @divisihumaspolri.

Ucapan Rasis

Polisi mengantongi 11 bukti percakapan tersangka ujaran kebencian, Tri Susanti, untuk menggalang massa untuk berdemonstrasi di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 Agustus 2019. Susi adalah koordinator lapangan (korlap) dalam aksi tersebut.
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan mengatakan 11 bukti percakapan ini menguatkan penetapan Susi sebagai tersangka. Sebab, ada 11 bukti percakapan Susi yang mengandung unsur penyebaran hoaks yang membuat massa berkumpul di Jalan Kalasan, Surabaya.
Polisi berhasil menyita beberapa barang bukti dan sebuah video Youtube. Salah satunya video tiang bendera yang dipatah-patahkan.
"Bahwa tiang bendera itu dipatah-patahkan dan dirob.. ah mau ngomong robek dimasukkin ke selokan, maksudnya mau ngomong bendera itu dipatahkan dan dimasukkin ke selokan. Cuman mau ngomong itu," ujar Sahid, kuasa hukum Tri Susanti, sambil menirukan Tri Susanti.
Sahid menyatakan, pada pemeriksaan pertama polisi sudah menyita HP kliennya. Sebab, dalam HP tersebut ada gambar yang dianggap sebagai bagian dari barang bukti.
"Dalam HP itu, ada foto dengan caption dengan tulisan urgent...urgent, segera berkumpul. Mbak Susi dikirimi foto ada penambahan pasukan (orang) memasuki asrama, kenapa yang ngirim foto enggak ditanya," kata dia.
[dan]

Share:

DPR Duga Mundurnya Saut Situmorang Berkaitan dengan Irjen Firli jadi Ketua KPK

DPR Duga Mundurnya Saut Situmorang Berkaitan dengan Irjen Firli jadi Ketua KPKSaut Situmorang. ©2015 merdeka.com/arie basuki
  Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengkritik keputusan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mundur dari jabatannya. Dia meragukan integritas dan tanggung jawab Saut atas posisinya di KPK.
"Itu orang integritasnya kami ragukan. Bukan lagi kami ragukan, tetapi orang itu tidak berintegritas, tidak bertanggung jawab. Digaji, seenaknya bekerja, kemudian mundur. Itu tidak punya integritas dan tidak bertanggungjawab," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/9).
Dia menduga mundurnya Saut berkaitan dengan terpilihnya Irjen Firli Bahuri menjadi Ketua KPK periode 2019-2023. Masinton menyayangkan Saut memakai jabatannya di KPK untuk melancarkan agenda politik dengan menyerang orang lain.
"Kan mereka digaji negara untuk bekerja profesional, lalu kesempatan itu malah mereka gunakan untuk aktivitas politik menyerang orang. Ketika keinginan mereka tidak terpenuhi lalu mengundurkan diri," tegas dia.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Taufiqulhadi menilai sikap Saut tidak bertanggungjawab. Padahal masa jabatan komisioner KPK akan berakhir pada Desember 2019.
"(Hanya saja Saut) Enggak bertanggungjawab. (Padahal) sisa masa jabatannya masih tiga bulan, harusnya dia selesaikan itu," ujarnya.
Menurut Taufiq, semestinya Saut bisa bertahan menuntaskan tugasnya yang hanya tersisa tiga bulan lagi. Dia menyindir Saut yang bersemangat melobi Komisi III DPR ketika seleksi capim pimpinan KPK.
"Jangan hanya bersemangat ketika dulu dipilih itu dia minta pejabat untuk mendukung dia. Kemudian bertemu untuk melakukan lobi biar dipilih. Sekarang tiba-tiba mengundurkan diri di tengah jalan, padahal 3 bulan lagi dia selesai," ucap Taufiq.
Sebelumnya, DPR sudah memilih pimpinan KPK 2019-2023 yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Lili Pintauli Siregar. Pagi ini, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan mengundurkan diri. Hal itu sesuai dengan pesan Saut untuk internal KPK yang beredar di kalangan wartawan.
"Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK terhitung mulai Senin 16 September 2019 (masih ada dua kegiatan lagi di Yogya Sabtu Minggu14/15 Sept 2019 - Jelajah Dongeng anti korupsi )," kata Saut mengawali tulisan dalam pesan kepada internal itu.
Terpilihnya Firli membuat salah satu pimpinan KPK, Saut Situmorang mundur dari jabatannya. Saut merupakan salah satu pimpinan yang protes dengan capim KPK Firli Bahuri. Firli diduga bermasalah karena melanggar etik. [ray]
Share:

DPR dan Pemerintah Sepakat 10 Pimpinan MPR

DPR dan Pemerintah Sepakat 10 Pimpinan MPRtjahjo kumolo di gedung DPR. ©2019 Merdeka.com/ahdania kirana
 Badan Legislasi DPR bersama Kementerian Dalam Negeri sepakat membawa pembahasan draf revisi undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) ke rapat paripurna. Kesepakatan itu diputuskan saat anggota Baleg bersama Kemendagri melakukan rapat.
Revisi itu menghapus Pasal 427 c menjadi Pasal 15 mengenai jumlah pimpinan MPR.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah setuju adanya revisi tersebut demi keterwakilan fraksi sesuai parliamentary threshold saat pemilihan umum.
"Alasan pemerintah jelas bahwa penambahan 2 pimpinan itu semata-mata ingin menunjukkan bahwa MPR itu lembaga pemusyawaratan," katanya di gedung DPR, Jumat (13/9).
Undang-undang ini, kata Tjahjo, berlaku di lima tahun ke depan dan seterusnya. Sehingga setiap kali partai politik yang lolos ambang batas parlemen secara otomatis berhak menjadi pimpinan MPR.
Dengan adanya revisi ini, Tjahjo berharap proses ketatanegaraan dan pengambilan kebijakan politik akan lancar tanpa adanya istilah oposisi.
Sementara untuk menentukan ketua MPR, Tjahjo menyerahkan sepenuhnya teknis itu kepada MPR. "Bagaimana mekanisme pemilihan ketua dan wakil ketua kita serahkan ke MPR yang akan datang," tandasnya.
Undang-undang ini sempat menuai kritik. Pasalnya, jumlah pimpinan MPR akan berpengaruh terhadap besarnya anggaran yang akan dikeluarkan. Menyikapi itu Tjahjo mengatakan hal itu urusan Sekretariat Jenderal MPR.
"Soal anggaran itu soal urusan sekjen MPR," kata Tjahjo[fik]
Share:

Recent Posts